#lebaran { background:none repeat scroll 0% 0% rgba(19,19,19,0.65); color:#FFC200; font-size:130%; text-transform:capitalize; text-align:center; padding:15px 0; font-weight:normal; border-radius:5px; line-height:1.8em; font-family: quot; Roboto quot; ,Arial; margin-bottom:15px; } .digit { color:white; } .juduls { color:#FFC200; }

Senin, 02 Juni 2014

Tour ke Jogjakarta bersama Farriswisata Trans


Pendahuluan



Bersama kota sandingannya Solo yang kian menyatu tanpa jarak berarti, Yogyakarta merupakan haribaan peradaban masyarakat Jawa yang masih hidup hingga kini. Di sinilah semua berawal, mulai dari pemikiran pembinaan Candi Borobudur yang megah, Candi Prambanan yang agung, kekuasaan Mataram baru yang mengakar, hingga detik terakhir dilahirkannya maestro-maestro seni, para pemikir, dan perajin berbakat luhung. Dengan panggilan yang lebih romantis, Yogya, kota ini merupakan stasiun bagi para pelajar dan mahasiswa dari pelbagai penjuru Indonesia, bahkan Asia.Tak salah bila pada akhirnya Yogya telah bermetamorfosis menjadi kota modern berbudaya majemuk dengan bongkahan karya warisan untuk mempertahankan warna keasliannya.

Menempati kedudukan tertinggi setelah Bali sebagai destinasi wisata favorit, Yogyakarta tak henti mempersolek dirinya dengan perbaikan berbagai daya tarik. Mendaki tangga Borobudur, melantai di lesehan Malioboro, menyusup jalan-jalan sempit di atas becak, menciduk butiran bakpia pathuk di lorong  Sosrowijayan, menyinggahi puluhan butik kaki lima sepanjang Jalan Urip Sumoharjo yang lagi-lagi dikenang sebagai Jalan Malioboro, dan membenamkan diri di Pasar Beringhardjo adalah ritual para peziarah kesenangan yang tak jemu untuk datang dan datang lagi.

Perannya tak hanya sebagai destinasi, karena Yogya pun adalah kota yang menghubungkan daerah sekitarnya dengan berbagai magnet urban modern yang berkembang di seberang laut, seperti Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Ujung Pandang, Manado, Ternate hingga Sorong. Jakarta sebagai ibu kota negara tak lebih dari sejam dijangkau penerbangan apapun yang juga bisa menjadi titik trampolin bagi Yogya ke kota-kota di Pulau Sumatra. Dengan demikian, Yogya selalu menjadi salah satu destinasi favorit bagi pertemuan dan pameran berskala internasional. Semua terbina karena aksesnya yang nyaman dan ketersediaan fasilitas umum atau wisata yang beragam, dikemas dalam pelayanan yang prima dan sentuhan rasa yang personal.

Diceruk lain, masyarakatnya yang ramah dan santun mencuatkan kota ini menjadi begitu diinginkan oleh para pensiunan yang berharap dapat menjalani masa-masa santai mereka di lingkungan yang tradisional, damai, lebih perlahan, tapi tetap berpose di tengah pergaulan global. Canting-canting yang menitik corak di sanggar pembatik menguatkan sensasi santainya hari-hari di Yogyakarta. Kerutan dahi sang pengrajin wayang kulit yang meresapkan warna pada karyanya meyakinkan kita betapa hidup mereka menetaskan makna, walau duduk di teras sempit kediamannya yang disinari cahaya pagi. Sementara di seberang benteng keraton, alun-alun timur menjadi begitu semarak dengan tiang-tiang yang melambung terpancang menyambut lomba burung perkutut seantero Pulau Jawa. Budaya yang hidup di keseharian masyarakatnya adalah pameran budaya tanpa batas waktu, dan Anda adalah undangan kehormatannya.


Kegiatan

Pastikan keraton kesultanan menjadi tujuan wisata pertama Anda, karena cerita akan terasa hidup bila dimulai oleh kalimat pembukaan yang tepat. Keraton adalah kata pembuka yang paling tepat untuk cerita wisata Anda di Yogyakarta. Hal terbaik bagi memori atau bahkan kartu memori kamera Anda ialah pakaian sang Abdi DalemPunakawankeraton yang sudah ada hampir dua abad lalu dan tak ada duanya bila saat bertugas. Pakaian ini disebut pranakan yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono V (1820-1855).  

Berbicara soal museum, cobalah mengunjungi Museum Sonobudoyo yang isinya tidak akan bisa dibandigkan dengan isi-isi museum di seluruh dunia. Begitu pula Museum Affandi, sang maestro kanvas lukis Indonesia yang warnanya hidup sepanjang masa.

Kompleks Taman Sari pun selayaknya menjadi bagian dari itinerary perjalanan Anda sesaat setelah menghadiri pertemuan spontan dengan para abdi dalem di keraton. Reruntuhan yang fenomenal sunyi membisikkan langkah-langkah sejarah keagungan masa lalu, dan kompleks Taman Sari secara keseluruhan dapat membersihkan rasa penasaran yang tertinggal.

Tugu Yogyakarta terletak di tengah perempatan Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jendral Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Diponegoro. Tugu Jogja ini diperkirakan sudah berusia hampir 3 abad.  Tugu ini sekarang merupakan salah satu objek pariwisata Yogya, dan sering dikenal dengan istilah “tugu pal putih” (pal juga berarti tugu), karena warna cat yang digunakan sejak dulu adalah warna putih.

Monumen 1 Maret berada di depan kantor POS besar Yogyakarta merupakan saksi bisu penjuangan heroik rakyat Yogyakarta dalam menumpas rezim penjajahan Belanda pada tanggal 1 Maret 1949 di tanah air Indonesia. Monumen ini juga sering digunakan sebagai tempat acara berskal besar seperti: pagelaran seni dan budaya, konser, pameran dan  promosi sebuah produk dagang. Biasanya tempat ini juga sering menjadi pangung dadakan musisi dan seniman jalanan untuk memamerkan kreativitas mereka.

Monumen Yogya Kembali merupakan museum sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia yang ada di kota Yogyakarta. Museum tiga lantai ini menyimpan benda-benda bersejarah seperti: realia, replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, tandu dan dokar (kereta kuda) yang pernah dipergunakan oleh Panglima Besar Jendral Soedirman.

Puro Pakualaman adalah Istana Kadipaten yang terletak di sebelah timur Kraton Yogyakarta yang juga dijadikan sebagai tempat tinggal Sri Paduka Pakualaman. Bangunan ini didirikan pada tahun 1813.Koleksi museum terdiri dari benda-benda bersejarah berupa peralatan perang, upacar, alat masak, naskah-naskah kuno dan kereta-kereta yang pernah digunakan oleh penguasa Puro Pakualaman.

Borobudur sedianya berada di Provinsi Jawa Tengah, tapi karena jaraknya yang tak lebih dari satu jam perjalanan darat, telah menjadikan candi agama Budha  yang megah di atas bukit di Kabupaten Magelang ini sebagai tujuan para wisatawan yang bermalam di Yogyakarta. Sepanjang perjalanan yang berjarak 19 kilometer, pemahat batu yang seolah memiliki titisan darah langsung dari pemahat candi-candi masa lalu, akan menghibur Anda sebagaimana halnya sawah-sawah dan pasar-pasar yang dilewati. Saat melihat relief, carilah pahatan berbentuk perahu. Bandingkan dengan perahu replika perahu Samuderaraksa yang tersimpan di Museum Samuderaraksa yang berlokasi di bawah kaki bukit saat Anda akan meninggalkan lokasi kompleks candi.

Candi Prambanan adalah tujuan yang paling dramatis bila diabadikan lewat kamera Anda. Bentuknya yang unik membuat Anda bagaikan berada di luar negeri. Apalagi bila lampunya yang disorotkan ke arah candi di malam hari menjadi background foto perjalanan Anda.

Kasongan adalah desa para perajin tanah liat yang dapat menyulap bahan dasar tanah menjadi hiasan bernilai artistik sebagai pemanis kolam spa, hotel resort, restoran, atau bahkan interior ruang tamu Anda. Kemiripan bentuk dan detail objek dengan aslinya begitu memesonakan. Singgahlah di workshop perajin lokal dan lihat proses pembuatannya agar uang yang Anda keluarkan bukan saja untuk cinderamata yang terbaik, tapi juga untuk menghiasi pengetahuan seni budaya dan wawasan sosial Anda.

 Setiap kota memiliki jalur yang menjadi poros kegiatan dan penabur inspirasi bagi berjuta warganya. Jalur ini menjabarkan arti dari senyuman ramah kepada tamu kota, juga kepada sesama warga. Jalur ini pula yang mendefinisikan etalase keagungan seni yang diapresiasi oleh langkah-langkah yang berhenti, terhipnotis karena keindahannya. Di Yogyakarta, jalur ini telah mencuatkan dirinya, sekaligus kota dan negaranya. Inilah jalur yang berawal dari ungkapan Maliya Saka Bara, ‘mulia dari pengembaraan’, atau ada juga yang mengartikannya ‘jalur untuk orang kecil’, bukan ningrat. Jalur ini dikenal dengan sebutan Malioboro.

Seikat kain batik terurai di tepian trotoar Jalan Malioboro, menangkap tiupan angin dari arah samping sehingga melambai bagai ingin terbang dari tangan wisatawan asing. Pengayuh becak yang bertudung caping menangkapnya dengan tawa dan sapaan berlogat Jawa. Angin kembali menghilang, tapi dua orang telah menjalin kata-kata. Skenario ini berlipat dan terus bertambah. Sedangkan panas matahari yang mengeringkan genangan air di depan Pusat Informasi Pariwisata perlahan memaksa pengunjung Jalan Malioboro melenggang di bawah keteduhan lorong-lorong bangunan kuno yang masih berdiri teguh. Semakin rapat mereka berjalan dan berlalu-lalang, semakin mesra ikatan persahabatan terjalin.

Beringhardjo seolah malu membukakan gerbangnya, tertutup jajaran penjaja kudapan asli Yogyakarta. Memasukinya seperti menjodohkan isi dompet dengan barang-barang terbaik bagi badan. Belum lagi saat malam menjelang, dimana lesehan layaknya cafĂ© jalanan yang tak bekursi, bagai arena permainan bagi petualang kuliner. Redup di satu sisi tak menjadi halangan bagi band jalanan karena di sisi lain, benderangnya lampu meja selalu mengisyaratkan ‘selamat datang’ bagi para penghibur di Jalan Malioboro, rumah para seniman, dan jalur untuk saling jatuh cinta bagi para pengunjung dan tuan rumah kepada kota yang menaunginya, Yogyakarta.

Kota Gede adalah daerah dimana Panembahan Senopati, pendiri kerajaan Mataram baru mendirikan istananya pada tahun 1575. Penguasa kerajaan Mataram baru merupakan keturunan langsung dari penguasa Mataram kuno yang membangun Borobudur dan Candi Prambanan. Pada tahun 1680 Kota Gede direbut oleh pasukan dari Madura, dan kemudian istana Mataram dipindahkan ke timur, pertama ke Kartasura, lalu ke tepi sungai Solo, di Surakarta (Solo).
Pada saat ini, Kota Gede merupakan daerah di pinggiran kota Yogyakarta. Kota ini terdiri dari jalan-jalan sempit, dengan toko-toko perak tradisional dan rumah berubin mosaik berjajar di tepi jalan, dahulu rumah-rumah ini merupakan rumah para bangsawan dan pedagang kerajaan. Kota Gede adalah tempat yang tepat untuk berjalan-jalan santai. Bagi mereka yang ingin berbelanja, berkunjung ke sini untuk sekedar melihat-lihat atau mungkin membeli beberapa kerajinan perak buatan tangan merupakan kegiatan yang menarik. Anda juga bisa berkeliling di sekitar bangunan kuno yang merupakan rumah pedagang Arab dan Belanda. Carilah informasi apakah Anda bisa mengunjungi salah satu rumah-rumah kuno ini dan merasakan hidup di masa lalu.
Kawasan ini sekarang terkenal sebagai pusat industri perak di Yogya. Ada sejumlah workshop dimana pengunjung dapat berhenti dan menonton bagaimana perak dibentuk menjadi barang-barang yang unik dan indah.
Perak Yogya memiliki ciri khas yang unik yaitu berbentuk relief dengan warna hitam dan putih yang kontras. Kota Gede menghasilkan kerajinan perak yang indah seperti gelang, kalung, cincin, bros dan kerajinan lainya.
Pemakaman anggota kerajaan di Kota Gede, adalah sebuah situs kuno yang mencerminkan kemegahan warisan budaya daerah tersebut. Untuk masuk ke dalam komplek pemakaman ini, Anda harus memakai pakaian Jawa yang dapat disewa di pos pendaftaran. Karena di pemakaman tersebut terdapat makam raja-raja Mataram yang dianggap suci. Peziarah dari seluruh daerah di Jawa masih datang ke sini untuk memberikan penghormatan, memberikan sesajen dan meminta berkah.
Hub. Farriswisata Trans...
                       0813 8226 8382

Tidak ada komentar:

Posting Komentar